“Oppa, bagaimana pendapatmu? Apakah gaun ini cocok untukku?” tanya seorang yeoja yang perlahan melangkah keluar dari bilik ganti dalam balutan gaun pengantin putih sederhana. Langkah-langkah kecilnya terlihat canggung dengan kedua tangan yang sibuk mengangkat tepian gaun putihnya yang sedikit kepanjangan agar tidak terinjak kakinya sendiri. Di atas rambutnya yang tergerai ikal tersemat tiara putih yang sewarna dengan gaunnya.
“Oppa! Bagaimana penda…” panggilan manjanya terputus begitu yeoja itu melihat dengan jelas siapa namja yang ada di hadapannya.
“Kau terlihat sangat cantik dengan gaun itu, Yoona-ya.” Pujian itu meluncur tulus dari mulut seorang namja dalam setelan tuksedo putih yang kini tengah menatap Yoona dengan sorot mata kekaguman.
“Jinki oppa? Bagaimana bisa? Mana.. Dimana Siwon oppa? Dimana dia? Seharusnya dia yang menjadi pasanganku! Seharusnya dia yang mengenakan tuksedo itu! Dimana kau sembunyikan dia, oppa? Dimana?” cecar Yoona panik begitu melihat yang ada di hadapannya kini adalah Lee Jinki dan bukannya Choi Siwon. Sementara Yoona panik dan berlarian menelusuri ruangan dalam usahanya menemukan Siwon, Jinki hanya mampu menatap nanar tingkah kekasih sekaligus calon istrinya itu.
“Akulah pasanganmu, Yoona-ya. Aku, Lee Jinki. Belum bisakah kau menerima kenyataan itu? Kenyataan kalau Choi Siwon sudah meninggal dan kini ada aku yang mencintaimu sepenuh hati? Belum bisakah aku menjadi satu-satunya untukmu?” ucap Jinki lirih. Kedua tangannya terkepal dalam usahanya meredam rasa sakit yang mendera hatinya demi melihat keadaan Yoona saat ini.
“Andwe! Gotjimarayo! Siwon oppa masih hidup dan dialah calon suamiku! Kau jangan pernah sekali-kali mencoba berbohong padaku, Jinki oppa!” bantah Yoona histeris. Wajah yang masih polos tanpa sentuhan make up itu telah basah oleh air mata yang merebak di kedua pipi tirusnya. Pemandangan itu kontan meremukredamkan perasaan Jinki. Namja yang menyukai Yoona di awal pertemuan mereka itu hanya mampu terdiam kaku di tempatnya.
“Dimana.. Dimana kau sembunyikan Siwon oppa? Dimana.. Siwon.. aarrghh..” mendadak Yoona yang semula histeris terjatuh ke lantai dengan tangan kanan mencengkeram erat dada kirinya. Jinki sontak berlari ke arah yeoja itu dan memeriksa keadaannya. Kedua matanya membulat panik begitu melihat paras Yoona yang memutih pucat dengan laju napas yang tidak beraturan.
“Bertahanlah Yoona-ya! Bertahanlah! Jebal!” pinta Jinki. Namja yang baru saja menyelesaikan studi kedokteran itu langsung membaringkan Yoona dan berusaha memberikan pertolongan pertama pada yeoja yang ia tahu mengidap penyakit jantung bawaan.
“Aku.. ingin.. bertemu.. Siwon.. oppa..” ucap Yoona lemah di setiap tarikan napas yang semakin memberatinya. Begitu keinginan itu keluar dari mulutnya, kedua mata yeoja itu perlahan tertutup dan meninggalkan teriakan menyayat hati seorang namja yang memanggil-manggil namanya.
“Yoona-ya, bangunlah! Bangun! Yoona-ya!”
-o0o0o-
“Hei, Jinki-ya, hari ini kau jadi kan mengantar Yoona kontrol ke rumah sakit?” tanya seorang namja berpostur atletis yang mendadak muncul di hadapan Jinki. Jinki yang semula duduk tertunduk di salah satu kursi kantin dengan sebuah textbook tebal yang terbuka di pangkuannya langsung mendongak dan tersenyum tipis.
“Tentu saja. Kau tidak perlu khawatir. Aku pasti akan mengantarnya.” Jawab Jinki, masih dalam senyum tipisnya. Minho balas tersenyum mendengar jawaban itu.
“Aku tahu kalau kau dapat kuandalkan. Aku yakin Siwon hyung punya pendapat yang sama. Kurasa aku tidak salah pilih.” Ucap Minho. Namja yang berencana untuk langsung mengambil pendidikan dokter spesialis penyakit dalam itu menarik kursi yang berhadapan dengan Jinki dan mendudukkan dirinya di sana. Di saat itulah ia melihat ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu.
“Jinki-ya, kau kenapa? Kau terlihat agak pucat. Apa kau sakit? Kalau kau sakit, biar aku saja yang mengantar Yoona. Bagaimana?” tanya Minho. Jinki menggeleng.
“Ani. Aku tidak apa-apa. Aku hanya merasa pusing dan mual setelah membaca kitab sakti ini. Atau jangan-jangan aku mengalami morning sick… itu berarti kau harus bertanggung jawab, Minho-ya!” jawab Jinki setengah bercanda yang membuat Minho langsung mendaratkan jitakan kerasnya di kepala namja bermata sipit itu.
“Ya! Sembarangan! Aku masih normal, kau tahu? Lagipula kalaupun aku gay, aku pasti akan pilih-pilih korban dan itu sudah pasti bukan dirimu. Hahaha.” Balas Minho sambil menjulurkan lidahnya seperti anak kecil. Jinki langsung mencibir begitu melihat kelakuan sahabatnya itu.
“Cih, dasar bocah. Pakai mehrong segala.” Ledek Jinki dalam nada yang sengaja dibuat agar terdengar ketus. Minho hanya mendengus kesal mendengar ledekan itu. Alih-alih membalas ledekan Jinki, ia malah menarik ponsel yang berada di saku celananya dan menelepon seseorang.
“Annyeong. Chagiya, kau dimana? Cepatlah ke kantin. Bantu aku menyiksa Jinki si-calon-dokter-aneh-yang-takut-jarum-suntik ini, ne? Arraseo, aku tunggu.” Klik. Minho menutup pembicaraan dan menyeringai puas ke arah Jinki yang bersiap melemparkan textbook di pangkuannya ke wajah sahabatnya itu.
“Memangnya ada yang salah dengan hal itu? Calon dokter kan juga manusia, wajar kalau dia takut pada sesuatu.” Bela Jinki yang tidak terima dirinya diledek.
“Memang wajar, tapi ayolah, masa seorang calon dokter takut pada jarum suntik? Bagaimana nanti dengan pasienmu yang perlu disuntik? Dibiarkan saja?” tanya Minho dengan jahilnya.
“Masih ada perawat yang bisa membantuku menyuntik pasien.” Jawab Jinki tidak mau kalah.
“Kalau saat itu perawatmu sedang tidak ada?” tanya Minho semakin iseng.
“Aku minta pasiennya untuk menyuntik dirinya sendiri. Gampang kan?” jawab Jinki enteng. Tentu saja tidak serius dengan jawabannya.
“Dasar gila! Hahaha.” Kedua namja itu tertawa atau lebih tepatnya saling menertawai kegilaan pembicaraan mereka kali ini. Sungguh tidak sesuai dengan image dokter yang seharusnya tenang dan serius.
“Hei, sudah jam setengah sepuluh! Sudah sana, kau cepat jemput Yoona.” tegur Minho begitu keduanya berhasil meredam tawa mereka. Jinki langsung melihat jam di pergelangan tangan kirinya dan mengangguk.
“Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu.” Pamit Jinki sambil memasukkan textbook yang tadi dibacanya ke dalam tas ransel. Setelah ranselnya tertutup sempurna, namja itu langsung menyandang benda itu di bahu kanannya dan berdiri.
“Jadilah supir dan pengawal yang baik untuk Yoona. Awas kalau kau berani macam-macam padanya. Arwah Siwon hyung akan menghantuimu kemana saja, hahaha.” Ujar Minho yang tidak bermaksud mengancam. Kesadaran Jinki langsung tersengat begitu Minho menyebut nama Siwon. Pikirannya kembali melayang pada mimpi yang dialaminya beberapa hari lalu. Tanpa aku berbuat macam-macampun sepertinya memang hanya Siwon yang ada di hati Yoona, bahkan di dalam mimpiku, batin Jinki miris.
“Tenang, aku tidak akan berani macam-macam padanya. Aku kan sudah berjanji padamu, pada Yuri.. dan pada Siwon hyung.” Ucap Jinki serius. Minho mengangguk paham.
“Baiklah. Aku percaya padamu. Sudah sana, cepat kau pergi. Aku tidak ingin ada yang mengganggu kencanku dengan Yuri siang ini. Hush.” Usir Minho tanpa ampun sambil mengibaskan sebelah tangannya.
“Sial kau! Baiklah, aku pergi sekarang. Titip salamku untuk Yuri. Annyeong!” pamit Jinki. Setelah itu ia berbalik dan melangkah cepat menuju area parkir kampusnya yang terletak tidak jauh dari kantin. Sosok Jinki dengan segera lenyap dari pandangan Minho begitu namja itu berbelok memasuki area parkir, meninggalkan Minho yang termenung memikirkan sedikit perubahan ekspresi Jinki saat ia menyebut nama Siwon.
Ada yang salah dengan Jinki. Kenapa ekspresinya seperti itu saat aku menyebut nama Siwon hyung? Aku harus cari tahu alasannya!
-o0o0o-
“Ah, Yoona-ssi, mari masuk.” Sapa seorang namja setengah baya berjas putih dengan sebuah stetoskop yang menggantung di lehernya. Yoona menggumamkan terima kasihnya dan berjalan memasuki ruangan yang bertahun-tahun akrab dengannya.
“Annyeong Shim uisangnim.” Sapa seorang namja berpakaian kasual yang masuk ke dalam ruangan setelah Yoona. Dr. Shim menatap namja itu dan tersenyum ramah.
“Ah, rupanya kau Jinki-ssi. Apa kau lagi-lagi menggantikan supir pribadi Yoona untuk mengantarnya ke sini?” tanya Dr. Shim setengah bergurau.
“Bisa dibilang begitu Dok. Tapi aku curiga kalau Tuan dan Nyonya Lim akan menjadikanku supir abadi putrinya yang bawel ini.” Jawab Jinki yang langsung direspon oleh Yoona.
“Ya! Oppa! Ish.” Tatapan tajam nan mematikan langsung dilayangkan Yoona kepada Jinki. Dr. Shim hanya tertawa melihat tingkah keduanya.
“Hahaha, sudahlah. Kalian ini seperti anjing dan kucing saja.” lerai Dr. Shim yang kemudian disambung dengan “Tetapi sebenarnya kalian cocok lho. Kenapa kalian tidak berpacaran saja?” yang kontan membuat Yoona ganti mendelik pada dokter kepercayaan keluarganya itu.
“Mwo? Berpacaran? Aish, yang benar saja Dok, hahaha.” Balas Yoona dengan tawa canggungnya. Sementara Jinki hanya mengulum senyum mendengarnya. Doakan saja Dok, batin namja itu senang.
“Hahaha, baiklah, baiklah. Itu urusan kalian berdua. Sekarang yang menjadi urusanku adalah jantungmu, Yoona-ssi. Apa jantungmu baik-baik saja?” tanya Dr. Shim memulai topik pembicaraan selayaknya dokter dengan pasiennya. Yoona tersenyum lemah dan mengangguk pelan.
“Jantungku baik-baik saja Dok.” Dr. Shim tersenyum lega mendengarnya, begitupun dengan Jinki yang duduk di sebelah Yoona. Namun kelegaan itu hanya sesaat karena rupanya Yoona belum menyelesaikan jawabannya.
“Tapi…”
“Tapi? Tapi apa? Apa ada yang tidak beres?” tanya Dr. Shim cepat. Dokter paruh baya itu sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan dan menunggu Yoona melanjutkan ucapannya. Respon yang sama ditunjukkan oleh Jinki. Postur badannya sedikit berputar menghadap Yoona dengan pandangan mata terfokus pada wajah yeoja itu.
“Belakangan ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Tengah malam aku sering terbangun dan.. merasa tercekik. Apa.. apa itu wajar Dok?” tanya Yoona takut-takut. Dr. Shim menegang sesaat begitu mendengar laporan itu dan langsung meminta Yoona untuk ke ruang pemeriksaan.
“Ikut aku ke ruang pemeriksaan sekarang juga, Yoona-ssi.” Yeoja itu menatap bingung kepada Dr. Shim namun tidak berani untuk membantahnya. Ia langsung berdiri dan mengikuti Dr. Shim ke ruangan kecil terpisah yang disebut ruang pemeriksaan. Jinki yang tidak tahu harus berbuat apa ikut berdiri dan mengikuti Yoona ke dalam. Namun, belum sempat ia masuk, sebuah tangan menahan tubuhnya.
“Maaf, hanya dokter, pasien dan perawat yang boleh berada di dalam. Anda sebaiknya menunggu di tempat Anda tadi duduk.” cegah seorang perawat yang entah muncul darimana. Jinki berniat untuk melawan, namun tatapan tegas yang didapatnya dari perawat itu sontak membuatnya mengurungkan niat dan mematuhi apa yang diminta sang perawat.
“Baiklah. Aku akan menunggu di sini saja.” Namja itu melangkah gontai kembali ke tempatnya tadi duduk sambil melihat perawat yang menahannya masuk ke dalam ruangan dan menutup penyekatnya. Tuhan, kuharap Yoona baik-baik saja.
Sementara itu, Yoona yang sudah terbiasa berada di ruang perawatan hanya mampu menguatkan diri untuk mendengar kabar buruk apapun yang mungkin disampaikan Dr. Shim padanya. Yeoja itu hanya menurut saat Dr. Shim memintanya untuk tidur telentang di atas tempat periksa dan mempersilahkan perawat untuk menempelkan berbagai macam alat kedokteran di tubuhnya, termasuk selang oksigen di hidungnya. Begitu alat-alat itu terpasang di tubuhnya dan tersambung dengan listrik, Yoona dapat mendengar dengungan dan bunyi-bunyian yang akrab di telinganya.
“Sejak kapan kau mengalaminya, Yoona-ssi?” tanya Dr. Shim sambil memeriksa Yoona dengan stetoskopnya.
“Dua minggu yang lalu, Dok.” Jawab Yoona, sedikit sengau karena ada selang oksigen yang terpasang di hidungnya.
“Kenapa tidak langsung menghubungiku? Apa keluargamu tahu tentang hal ini?” cecar Dr. Shim lagi.
“Aku.. aku pikir itu hal biasa, Dok. Jadi aku biarkan saja. Keluargaku belum tahu tentang ini. Apa ini artinya..” Yoona menggantung pertanyaannya dan menatap Dr. Shim, menunggu respon dokter jantungnya itu.
“Ya, kondisi jantungmu semakin menurun Yoona-ssi. Kau harus cepat-cepat memberi keputusan tentang operasi itu. Mengenai keluargamu, biar aku yang memberitahukan mereka.” Jelas Dr. Shim tegas. Yoona mendesah dan menutup kedua matanya. Memikirkan ucapan Dr. Shim yang sangat mendesaknya untuk menyetujui pelaksanaan operasi itu. Operasi yang sepertinya menjadi jalan terakhir Yoona untuk tetap hidup. Tetapi, masalahnya operasi itu tidak menjamin kalau dia akan benar-benar sembuh total.
“Beri aku waktu untuk memikirkannya lagi Dok.” Pinta yeoja itu lemah. Dr. Shim hanya bisa mengangguk dan menatap prihatin pada Yoona yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
“Baiklah, tetapi hanya seminggu. Minggu depan kau harus kembali dan mengatakan apa keputusanmu. Pikirkanlah baik-baik.” Putus Dr. Shim akhirnya. Yoona menelan ludah dan terpaksa menyetujui deadline waktu yang diberikan dokternya.
“Ba.. baik Dok. Minggu depan.. minggu depan aku akan kembali dan menyampaikan keputusanku.” Ujar Yoona. Yeoja yang terpaksa mengambil cuti kuliah itu hanya bisa pasrah. Siwon oppa, apa yang sebaiknya kulakukan? Apa aku harus menjalani operasi itu? Aku takut oppa, aku takut.
-o0o0o-
Sepulang dari tempat praktik Dr. Shim, Yoona menjadi lebih pendiam dari biasanya. Perjalanan pulang ke rumah yeoja itu yang memakan waktu 40 menit terasa sangat lama. Jinki berkali-kali memandang Yoona selagi ia mengemudikan mobilnya demi memastikan yeoja yang sangat ia cintai itu baik-baik saja. Meski namja itu merasa tidak nyaman dengan keheningan yang melanda keduanya, namun ia tidak berani mengusik Yoona dengan pertanyaan sederhana seperti “Ada apa?”.
Tiga puluh menit telah berlalu dan masih saja mereka larut dalam keheningan yang menyiksa. Sampai pada akhirnya ketika mobil yang Jinki kendarai telah memasuki gerbang perumahan mewah Yoona, yeoja itu memutuskan untuk berbicara.
“Jinki oppa, tolong antarkan aku ke tempat Siwon oppa. Sekarang.” Pinta Yoona dengan tatapan putus asa yang jelas tergambar di sepasang bola matanya.
“Baiklah Yoong.” Ucap Jinki patuh. Namja itu perlahan memutar kemudinya dan berbalik arah keluar dari area perumahan mewah itu. Sekuat tenaga ia berjuang untuk tetap terlihat biasa meski hatinya kembali tertusuk jarum tajam tak kasat mata begitu Yoona mengucapkan permintaannya.
“Kita sudah sampai, Yoong. Kajja.” Ajak Jinki lembut. Namun yang diajak seolah tidak mendengar perkataannya dan hanya diam di kursinya. Namja itu tersenyum miris melihat perangai Yoona yang akhir-akhir ini menjadi tidak dikenalinya. Perlahan Jinki mencondongkan tubuhnya ke arah Yoona dan melepaskan ikatan sabuk pengaman yang melintang di tubuh yeoja itu. Setelah sabuk pengaman itu terlepas, Jinki bergegas membuka pintu mobilnya dan berlari memutar untuk membukakan pintu bagi Yoona.
“Ayo Yoong, kita sudah sampai di tempat Siwon hyung.” Ajak Jinki lagi sambil menarik lembut pergelangan Yoona. Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya, Yoona hanya menurut saat Jinki menuntunnya menuju suatu tempat yang selama ini memberinya kedamaian.
“Yoong, kita sudah berada di depan Siwon hyung.” Ucap Jinki. Yoona yang semula diam mendadak terjatuh di hadapan Siwon –pusara Siwon lebih tepatnya- dan menangis sesenggukan. Kontan saja Jinki terkejut dan ikut terduduk di samping Yoona sambil menahan tubuh yeoja itu agar tidak tersungkur jatuh ke atas pusara Siwon.
“Oppa.. Siwon oppa.. eottokhae.. apa yang harus kulakukan? Aku takut oppa.. aku takut.. sangat takut..” racau Yoona dalam tangisnya. Tubuhnya bergetar dalam pelukan Jinki.
“Oppa.. kembalilah oppa.. aku membutuhkanmu.. sangat membutuhkanmu.. kembalilah..” racaunya lagi. Kali ini tangisnya semakin menjadi dan sukses melukai perasaan Jinki yang sudah terkoyak ratusan kali karenanya. Namja itu mempererat pelukannya.
“Kita pulang ya. Kasihan abeoji dan eomonim yang menunggumu di rumah.” Bujuk Jinki setelah 15 menit Yoona masih saja terisak di hadapannya.
“Shireo. Aku ingin di sini saja. Aku ingin bersama Siwon oppa.” Tolak Yoona di sela isakannya. Jinki mengusap-usap lengan Yoona dan kembali membujuknya pulang.
“Besok kita akan ke sini lagi. Kita akan bertemu Siwon hyung lagi. Aku janji. Tapi sekarang kita harus pulang, ne?” Lagi-lagi Yoona menolaknya dengan gelengan kepala. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk menolongnya? Yoona-ya, apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu bahagia? Seolah mendengar pertanyaan dalam pikiran Jinki, Yoona mendadak menadahkan kepalanya dan menatap Jinki dengan matanya yang basah oleh air mata.
“Jinki oppa, apa kau sayang padaku? Jika memang Tuhan dan mukjizat itu ada, apakah kau rela bertukar tempat dengan Siwon oppa demi aku?” pinta Yoona tiba-tiba yang langsung membekukan seluruh persendian dan peredaran darah di tubuh Jinki.
“Ya, aku mau. Demi dirimu.” Balas Jinki kelu.
-o0o0o-